Pemanfaatan Biomassa Sebagai Energi yang Melindungi Lingkungan di Kalimantan Tengah
Pada sektor transportasi, biomassa dapat dikonversi menjadi beberapa jenis biofuel seperti bioetanol, biodiesel, dan dan bio-DME. Konversi biomassa menjadi biofuel seperti bioetanol untuk menggantikan bensin, biodiesel untuk menggantikan solar, dan konversi biomassa menjadi bio-DME yang juga berpotensi untuk menggantikan solar di sektor transportasi karena walaupun karakteristik dan wujud DME mirip dengan LPG, tetapi dalam perbandingannya dengan solar, angka cetane DME cukup tinggi yaitu dikisaran 55 sampai 60, sementara solar konvensional memiliki angka cetane pada kisaran 40 sampai 55. Sejak tahun 2006 melalui Inpres No. 1 tahun 2006 pemerintah membuat strategi dalam pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar dengan mendirikan tim Pengembangan Biofuel Nasional (TimNas BBN) yang fokus pada pengembangan strategi untuk suplai dan penggunaan biofuel. Strategi suplai pemerintah Indonesia adalah fokus pada pemanfaatan potensi biofuel lokal. Partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah juga ditingkatkan oleh pemerintah melalui pengembangan Desa Mandiri Energi (DME). Dengan menggunakan biomassa yang menjadi bioetanol seperti tebu, jagung, dan berbagai macam jenis biomass lainnya, emisi GRK di-atmosfer dapat dikurangi secara signifikan. Sebagai ilustrasi dari National Green House Account Australia, satu liter etanol dapat mengurangi GRK sampai dengan 99%, dan menurut Environmental Protection Agency Amerika Serikat, estimasi pengurangan GRK dengan etanol berbasis selulosa adalah 90,9%.
Potensi biomassa untuk membangkitkan listrik di Kalimantan Tengah berdasarkan laporan Institute for Essential Services Reform (IESR ) mengenai laporan status energi bersih Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar 1499 MW dan belum ada pemanfaatan dari potensi yang ada. Strategi yang dapat diterapkan dalam memanfaatkan biomassa untuk pembangkitan listrik di Kalimantan tengah adalah dengan membangun pembangkit tenaga listrik skala kecil dan tersebar, serta skala menengah. Pembangkit tenaga listrik yang tersebar adalah untuk menggantikan pembangkit berbahan bakar solar milik PLN yang banyak tersebar di daerah Kalimantan Tengah. Teknologi konversi yang dapat digunakan adalah teknologi gasifikasi, pembakaran langsung di Boiler, dan combined heat and power (CHP). Dengan menggunakan pembangkit listrik terdesentralisasi atau tersebar berbahan bakar biomassa, terutama untuk daerah-daerah yang terpencil atau akses yang sulit dijangkau di Kalimantan Tengah, target rasio elektrifikasi Kalimantan Tengah pada tahun 2021 diharapkan dapat tercapai atau setidaknya mendekati target tersebut. Insentif maupun dukungan pendanaan baik dari pemerintah maupun swasta sangat diperlukan untuk terwujudnya penggunaan biomassa sebagai bahan bakar untuk pembangkitan listrik di Kalimantan Tengah.
Dengan memanfaatkan biomassa sebagai sumber energi di Kalimantan Tengah maka lingkungan dapat terlindungi, terutama dari kerusakan lebih lanjut akibat efek pemanasan global yang diakibatkan akumulasi GRK dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Akibat lainnya dengan memanfaatkan biomassa sebagai sumber energi di Kalimantan Tengah diharapkan juga konsumsi LPG dan bahan bakar minyak dapat dikurangi yang pada akhirnya mengurangi beban subsidi dan impor pemerintah, serta rasio elektrifikasi Kalimantan Tengah sebesar 100% dapat tercapai lebih cepat.
Penulis: Rudy Heryadi, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Asal Barito Timur, Kalteng.